Pages

Selasa, 17 Desember 2019

Identifikasi Persoalan Filosofis Pembelajaran Matematika di Sekolah (Tugas Akhir Bagian I)




FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

 Penjelasan Filosofis terhadap beberapa Objek dan Fenomena Matematika
 serta Identifikasi Persoalan Filosofis Pembelajaran Matematika di Sekolah

Diajukan kepada Prof. Dr. Marsigit, M. A.
untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu






Oleh
Lovie Adikayanti
NIM 19709251068

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019




A.    OBJEK FILSAFAT MATEMATIKA
Proses belajar mengajar adalah proses dimana peserta didik sebagai objek pendidikan membangun pengetahuan dan ilmu pengetahuan mereka. Membangun pengetahuan dapat dimulai dari yang ada dan yang mungkin ada. Membangun pengetahuan secara filsafat dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sifat satu, dua, tiga, atau, empat …dst meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Karena yang akan dilakukan adalah membangun ilmu atau ilmu pengetahuan secara filsafat, maka identifikasi dari sifat-sifat yang ada dan yang mungkin ada juga ditinjau secara filsafati. Sifat-sifat filsafati adalah sifat-sifat yang dipikirkan atau pernah dipikirkan atau digunakan atau pernah digunakan oleh para Filsuf.
Setiap yang ada mempunyai sifat, artinya jika ditinjau dari struktur Bahasa, maka yang ada itu berkedudukan sebagai Subjek atau Objek, sedang semua sifat-sifatnya berkedudukan sebagai Objek atau secara khusus disebut Predikat. Objek mempunyai Predikat, karena setiap Objek mempunyai sifat. Menurut Immanuel Kant, seorang filsuf bangsa Prusia (abad 15), secara pengetahuan atau ilmu pengetahuan atau secara pikir atau secara filsafat, maka di dunia ini hanya ada 2 (dua) prinsip yaitu prinsip Identitas dan prinsip Kontradiksi. Prinsip Identitas ialah keadaan tercapainya A=A, atau Aku = Aku, atau I = I …dst. Ternyata, dikarenakan Filsafat itu adalah sensitif terhadap Ruang dan Waktu, maka selama aku di Dunia, aku tidak pernah mengalami keadaan Identitas. Keadaan Identitas hanyalah terjadi di dalam pikiran kita, atau kalau kita mengandaikan atau kalau kita sudah sampai di akhirat.
Ahli belajar (learning theorist) Gagne telah membagi objek-objek matematika, yaitu materi yang dipelajari siswa menjadi objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsungnya adalah fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan (FKPK).

1.      Objek Matematika Berupa Fakta
         Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti lambang, notasi, ataupun aturan seperti 5 + 2 × 10 = 5 + 20, di mana operasi perkalian didahulukan dari operasi penjumlahan. Jadi tidak benar bahwa 5 + 2 ×10 = 7 × 10. Lambang “1” untuk menyatakan banyaknya sesuatu yang tunggal merupakan contoh dari fakta. Begitu juga lambang “+”, “–“, ataupun ”×” untuk operasi penjumlahan, pengurangan, ataupun perkalian.
2.      Objek Matematika Berupa Konsep
Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Seorang siswa disebut telah mempelajari konsep segitiga jika ia telah dapat membedakan yang termasuk segitiga dari yang bukan segitiga.
Ada empat cara mengajarkan konsep, yaitu:
a.       Dengan cara membandingkan obyek matematika yang termasuk konsep danyang tidak termasuk konsep. Sebagai contoh, ketika membahas pengertian segitiga siku-siku, seorang guru dapat memaparkan gambar bangun datar yang merupakan segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku
b.      Pendekatan deduktif, dimana proses pembelajarannya dimulai dari definisi dan diikuti dengan contoh-contoh dan yang bukan contohnya. Ketika membahas pengertian atau konsep segitiga siku-siku; seorang guru SD dapat memulai proses pembelajarannya dengan mengemukakan definisi bahwa: “Segitiga siku-siku adalah suatu segitiga yang salah satu sudutnya berbentuk siku-siku. Dengan definisi atau pengertian itu sang guru lalu membahas contoh segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku. Hal ini dapat dilakukan dengan tanya jawab, sehingga para siswa dapat Contoh Segitiga Siku-siku Contoh yang Bukan Segitiga Siku-siku.
c.       Pendekatan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas definisinya.
d.      Kombinasi deduktif dan induktif
3.      Objek Matematika Berupa Prinsip
Prinsip adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Contohnya Rumus Luas Segitiga =
Pada rumus luas segitiga di atas, terdapat beberapa konsep yang digunakan, yaitu konsep luas (L), konsep panjang alas segitiga (a) dan konsep tinggi segitiga (t). Indikator atau kriteria unjuk kerja keberhasilan siswa untuk tugas di atas adalah jika ia dapat mengukur salah satu alas serta tinggi yang bersesuaian dari segitiga tersebut, dalam hal ini jika ia dapat menentukan panjang AB serta dapat menentukan garis tinggi CD ke sisi AB; serta dapat menentukan atau menghitung luasnya berdasar rumus.
4.      Objek Matematika berupa Ketrampilan
Keterampilan adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu.

B.     FENOMENA BELAJAR MATEMATIKA MELALUI FILSAFAT
Menurut Kant (Wilder, R. L. , 1952), matematika harus dipahamai dan dikonstruksi menggunakan intuisi murni, yaitu intuisi “ruang” dan “waktu”. Konsep dan keputusan matematika yang bersifat “synthetic a priori” akan menyebabkan ilmu pengetahuan alam pun menjadi tergantung kepada matematika dalam menjelaskan dan memprediksi fenomena alam. Menurutnya, matematika dapat dipahami melalui “intuisi penginderaan”, selama hasilnya dapat disesuaikan dengan intuisi murni kita.
Matematika khususnya geometri dapat menjadi kenyataan obyektif jika berkaitan dengan obyek-obyek penginderaan. Konsep-konsep geometri tidak hanya dihasilkan oleh intuisi murni, tetapi juga berkaitan dengan konsep ruang di mana obyek-obyek geometri direpresentasikan. Konsep ruang sendiri merupakan bentuk intuisi di mana secara ontologis hakekat dari representasi tersebut tidak dapat dilacak. Intuisi penginderaan sendiri merupakan representasi yang tergantung dari keberadaan obyek. Kant (Kant, I, 1783 ), berpendapat bahwa geometri seharusnya berlandaskan pada intuisi keruangan murni. Jika dari konsep-konsep geometri kita hilangkan konsep-konsep empiris atau penginderaan, maka konsep konsep ruang dan waktu masih akan tersisa; yaitu bahwa konsep-konsep geometri bersifat a priori. Namun Kant menekankan bahwa, seperti halnya pada matematika pada mumnya, konsep-konsep geometri hanya akan bersifat “sintetik a priori” jika konsep-konsep itu hanya menunjuk kepada obyek-obyek yang diinderanya. Jadi di dalam “intuisi empiris” terdapat intuisi ruang dan waktu yang bersifat a priori.



Berikut pembuktian dua bangun yang Kongruen menurut Kant:










Menurut Kant, di dalam langkah-langkah membuktikan bahwa 2 bangun geometri adalah kongruen, maka intuisi yang ada haruslah bersifat a priori, dan langkah-langkahnya bersifat sintetik. Jika tidak maka konsep yang diperoleh hanyalah bersifat empiris dan tidak akan diperoleh kepastian apodiktik, yaitu bahwa prosedur pembuktiannya tidak jelas. Sejauh intuisi yang dipahami Kant, ruang hanya mempunyai dimensi 3, karena tidak lebih dari tiga garis dapat berpotongan sehingga ketiga-tiganya membentuk sudut siku-siku.
Menurut Kant, kegiatan menggambar garis lurus yang panjangnya tak berhingga, hanyalah merupakan deretan perubahan yang terjadi dari gerakan dalam ruang, sehingga hanya bersifat empiris. Oleh karena itu, Kant menyimpulkan bahwa untuk memperoleh konsep garis lurus kita harus menggunakan intuisi murni yang bersifat a priori. Dengan demikian, menurut Kant, geometri merupakan ilmu pengetahuan yang menentukan sifat-sifat keruangan secara sintetik namun a priori. Sintetik berarti bahwa konsep-konsep geometri tidak dapat dikonstruksi hanya dari konsep murni saja, tetapi harus berpijak pada intuisi murni yang terjadi sebelum mempersepsi obyek, sehingga intuisinya memang bersifat murni dan tidak empiris. Menurut Kant prinsip-prinsip geometri bersifat apodiktik, yaitu dapat ditarik secara deduktif dari premis-premis yang mutlak benar. Pernyataan “ruang hanya berdimensi 3” tidak dapat dipahami hanya dengan intuisi empiris. Kant mempunyai argument yang kuat bahwa proposisi-proposisi geometri bersifat sintetik a priori. Menurutnya jika tidak demikian, yaitu jika proposisi geometri hanya bersifat analitik maka geometri tidak mempunyai validitas obyektif, yang berarti geometri hanya bersifat fiksi belaka.
Kant (Shabel, L., 1998) membuat contoh tentang pembuktian teorema jumlah sudut suatu segitiga seperti yang dilakukan oleh Euclides


Pada segitiga ABC di atas, ruas garis BC diperpanjang sampai D. Kemudian buatlah garis CE sejajar BA. Karena garis AB // CE maka sudut 1 = sudut 4 dan sudut 2 = sudut 5. Jadi sudut 3 + sudut 4 + sudut 5 = sudut 3 + sudut 1 + sudut 2 = sudut lurus. Menurut Kant (ibid.), obyek dari proses pembuktian di atas adalah segitiga ABC yang diperoleh berdasar intuisi murni dan a priori. Proses pembuktian jumlah sudut segitiga tersebut merupakan contoh konstruksi murni dari suatu konsep geometri yang bersifat sintetik a priori dan menghasilkan kebenaran universal bahwa jumlah dari besar sudut pada segitiga adalah sudut lurus.
Menurut Kant  pembuktian di atas tidaklah bersifat empiris. Oleh karena itu Kant (ibid.) berpendapat bahwa landasan geometri adalah intuisi keruangan kita yaitu intuisi yang bersifat sintetik apriori. Dalam karyanya, Prolegomena, Kant  menggambarkan penyimpulan geometri dalam kehidupan sehari-hari bahwa tangan kiri tidaklah kongruen dengan tangan kanan. Menurut Kant, konsep “tangan” di sini tidak cukup dipahami hanya dengan intuisi empiris, tetapi dalam intuisi empiris tersebut termuat abstraksi konsep “tangan” dan konsep “tidak kongkruen” diperoleh secara sintetis. Menurut Kant, proses ini dapat diterapkan untuk memahami konsep-konsep geometri.




C.     IDENTIFIKASI PERSOALAN FILOSOFIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

1.      Bagaimana Filsafat menjelaskan tentang geometri?
Menurut Kant (Wilder, R. L. , 1952), matematika harus dipahamai dan dikonstruksi menggunakan intuisi murni, yaitu intuisi “ruang” dan “waktu”.
Kant menekankan bahwa, konsep-konsep geometri hanya akan bersifat “sintetik a priori” jika konsep-konsep itu hanya menunjuk kepada obyek-obyek yang diinderanya. Jadi di dalam “intuisi empiris” terdapat intuisi ruang dan waktu yang bersifat a priori. Menurut Kant prinsip-prinsip geometri bersifat apodiktik, yaitu dapat ditarik secara deduktif dari premis-premis yang mutlak benar. Pernyataan “ruang hanya berdimensi 3” tidak dapat dipahami hanya dengan intuisi empiris. Kant mempunyai argument yang kuat bahwa proposisi-proposisi geometri bersifat sintetik a priori. Menurutnya jika tidak demikian, yaitu jika proposisi geometri hanya bersifat analitik maka geometri tidak mempunyai validitas obyektif, yang berarti geometri hanya bersifat fiksi belaka.
2.      Bagaimana penjelasan filsafat tentang materi Logika dalam matematika?
Kant menyatakan bahwa logika merupakan ilmu tentang hukum pemahaman. Dalam Critique of Pure Reason Kant mengusulkan pengunaan metode analitik sebagai metode logika yang tepat. Analitik merupakan metode logika yang membedah nalar dan fakultas pemahaman manusia menjadi unsur – unsur tertentu. Ketika menjawab pertanyaan, “Apakah itu kebenaran?”,
Kant memberikan definisi sederhana tentang kebenaran, yaitu sebagai ‘kesesuaian antara pikiran dengan objek yang dipikirkan’, dan menunjukkan bahwa pertanyaan “Apa itu kebenaran?” merupakan pertanyaan yang tidak masuk akal
3.      Bagaimana Penjelasan Filsafat mengenai symbol tak terhingga?
Menurut Aristotle, ada banyak hal yang seakan akan bergerak menuju kepada tak terhinggaan seperti waktu yang tidak berujung. Karena itulah Aristotle memiliki sebuah pemikiran tentang sesuatu yang sifatnya “mungkin tak terbatass” Seperti pada garis bilangan misalnya, Aristotle melindungi a priori tentang dunia yang terbatas, namun sifat garis bilangan itu sendiri memiliki “potensi untuk menjadi tak terbatas” karena tidak akan pernah ditemukan angka terakhir yang jelas untuk menutup garis bilangan.
4.      Bagaimana Filsafat menjelaskan tentang Aritmetika?
Kant (Kant, I., 1787) berpendapat bahwa proposisi-proposisi aritmetika seharusnya bersifat sintetik agar diperoleh konsep-konsep baru. Jika hanya mengandalkan metode analitik, maka tidak akan diperoleh konsep-konsep baru. Kant (Wilder,R.L., 1952) menghubungkan aritmetika dengan intuisi waktu sebagi bentuk dari “inner intuition” untuk menunjukkan bahwa kesadaran terhadap konsep bilangan meliputi aspek pembentuknnya sedemikian sehingga struktur kesadaran tersebut dapat ditunjukkan dalam urutan waktu. Jadi intuisi waktu menyebabkan konsep bilangan menjadi nyata sesuai dengan pengalaman empirisnya.
5.      Bagaimana Filsafat menjelaskan tentang Keputusan dalam matematika?
Kant berpendapat bahwa semua putusan matematika bersifat sintetik dan apodiktik. Putusan demikian hanya dapat diperoleh dengan “hukum kontradiksi”. Jika dikatakan bahwa 1 = 1 maka tidaklah ada kontradiksi di situ. Itu adalah hukum identitas. Dan yang demikian bersifat analitik. Tetapi jika dikatakan “2 + 1 = 3”. Secara intuisi “2+1” berbeda dengan “3”, maka bersifat kontradiksi yaitu sesuai dengan hukum kontradiksi. Melalui hukum kontradiksi inilah putusan sintetik diperoleh.
6.         Bagaimana penjelasan filosofis mengenai limit fungsi?
Jawab: Secara filsafati, konsep limit fungsi berkaitan dengan ketakhinggaan, di mana dalam ketakhinggaan manusia menemukan ketidaksempurnaannya, karena yang sempurna hanyalah Allah SWT.

7.      Bagaimana Filsafat menjelaskan tentang postulat?
Menurut Kant, Postulat itu sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara teoretis, tetapi yang kenyataannya tidak dapat disangkal pula karena suatu realitas tidak mungkin kalau postulat itu tidak nyata-nyata ada. Kenyataan kesadaran moral mengimplikasikan bahwa kita betul-betul berkehendak bebas. Artinya, kita dapat mengambil sikap dan tindakan lepas dari segala macam dorongan, rangsangan, emosi, dan sebagainya.
8.      Bagaimana filsafat menjelaskan Sifat penjumlahan dan perkalian angka yang sama?
Dalam kehidupan sehari-hari kita memerlukan  sosialisasi diri. Manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, jika kita tidak mempunyai sosialisasi dengan orang lain yang tidak dapat saling membantu, maka kita akan sia-sia. Kekurangan kita akan bisa tertutupi dengan orang yang bisa lebih atas kekurangan kita. Itulah butuhnya untuk saling melengkapi
9.      Bagaimana filsafat menjelaskan arti penting letak angka 0?
Sesuatu yang tidak nyata-nyata ada, tidak akan bernilai apapun jika ditempatkan pada posisi paling depan. Yang berhak menempati posisi terdepan adalah mereka yang nyata-nyata mempunyai nilai. Jadi jika kita ingin mencapai posisi terdepan maka kita harus memiliki nilai.10. Bilangan berpangkat 0kecuali 0. Angka sebesar apapun kalau di pangkatkan ”0” pasti hasilnya ”1” berarti gak boleh ada angka yang sombong karena besarnya. 999.999.999 aja kalu dipangkatkan ” 0 ” tetap jadi 1. Sehingga janganlah sombong dengan pangkat yang dimiliki, walaupun pangkat kita setinggi-tingginya, apalagi pangkat tinggi tanpa memiliki kemampuan apapun alias 0
10.  Bagaimana filsafat menjelaskan tentang konsep bilangan negatif?
Secara filsafat konsep bilangan berpangkat negatif termasuk ke dalam pengertian formal, dia hanya ada di dalam pikiran dan tidak ditemukan di luar pikiran (anak-anak). Itulah sebabnya akan sulit bagi anak kecil untukmempelajarinya.







DAFTAR PUSTAKA


#Marsigit #2019 #Lovie #Philosophy


Tidak ada komentar:

Posting Komentar