Pages

Rabu, 18 Desember 2019

Makalah "PENJELASAN FILSAFAT DALAM LOGIKA MATEMATIKA" (Tugas Akhir Filsafat II)





Marsigit Marsigit Marsigit Marsigit Marsigit Marsigit Marsigit Marsigit

Makalah
"PENJELASAN FILSAFAT DALAM  LOGIKA MATEMATIKA"
(Tugas II)

Diajukan kepada Prof. Dr. Marsigit, M. A.
untuk Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF4Zl2uMmZsGoTWpeXka_S4f36T-riP1uvKoF-DkzGFaiWNoty6mssWqEtx-EKR5pJ7WgC7eIV0GfsJ1oIz0LpyurcLOA3nEBtNTM8oVsLxpRb63KE4j8igXEE2aNHRb-p0nnpX0cBne0k/s200/logo+UNY.png



Oleh
Lovie Adikayanti
NIM 19709251068

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Filsafat adalah kegiatan/hasil pemikiran/permenungan yang menyelidiki sekaligus mendasari segala sesuatu yang berfokus pada makna dibalik kenyataan atau teori yang ada untuk disusun dalam sebuah system pengetahuan rasional.
Filsafat merupakan suatu ilmu yang mengajarkan manusia tentang mencari kebenaran dalam menjalani hidup (Atabik, 2015). Filsafat menggunakan pemikiran-pemikiran dalam menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi pada kehidupan manusia. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling tinggi dianugerahi akal pikiran yang berguna bagi manusia. Dengan berpikir manusia dapat menarik kesimpulan dan menemukan jawaban atas berbagai permasalahan yang terjadi di dalam kehidupannya. Permasalahan dalam filsafat akan nampak ketika seseorang sudah menanyakan suatu kebenaran dalam filsafat itu sendiri.
Kebenaran dalam filsafat atau yang biasa disebut dengan kebenaran filosofis merupakan kebenaran yang kriteria kebenarannya didasarkan atas logika (Sutomo, 2009). Logika merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang disampaikan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa (Sobur, 2016). Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa dalam mencari kebenaran filsafat, tidak ada ketentuan baku atau suatu aturan dalam pencapaiannya karena kebenarannya diukur melalui logika dan logika bersumber dari akal pikiran manusia. Seperi yang kita ketahui bahwa pikiran setiap individu berbeda beda sesuai dengan pengalaman serta pengetahuannya.
Pemikiran manusia yang tidak terjangkau oleh ruang dan waktu dapat menyebabkan suatu kesenjangan dan permasalahan dalam mencari kebenaran. Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah menggunakan logika analogi yakni menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi hal yang khusus (Sutomo, 2009). Cara tersebut biasa digunakan dalam ilmu matematika dengan menggunakan premis mayor, premis minor dan kesimpulan. Suatu pernyataan dikatakan benar apabila premis mayor koheren dengan premis minor dan sebaliknya pernyataan dikatakan salah apabila premis mayor tidak koheren dengan premis minor.
Logika analogi manusia tidaklah berarti ketika tidak ada media untuk menyampaikannya. Dalam kasus ini yang bertugas sebagai media penyampaian adalah bahasa. Bahasa dapat dijadikan sebagai media untuk mempelajari dan mengungkap segala sesuatu yang ada di alam (Rukayah, 2012). Bahasa juga harus diungkapkan secara hati-hati karena kesalahan pemilihan bahasa juga akan mengakibatkan kesalahan makna atau penafsiran dari pemikiran yang sudah dibangun.
Keterkaitan antara logika dan matematika saling terkait satu sama lain dalam filsafat terutama untuk mendapatkan kebenaran dalam filsafat. Berdasarkan paparan di atas, penulis menyusun makalah yang berjudul " Penjelasan filsafat dalam logika matematika "

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat kebenaran dalam filsafat?
2. Bagaimana keterkaitan antara logika dan matematika dalam filsafat?
3. Bagaimana Filsafat menjelaskan Logika matematika ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan hakikat kebenaran dalam filsafat
2. Menjelaskan keterkaitan antara logika dan matematika dalam filsafat
3. Menjelaskan Logika matematika di pandang dari Filsafat




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat dan Matematika
2.1.1 Pengertian Filsafat
            Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’ . Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti kebijaksanaan, pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia adalah cinta pengetahuan. Plato dan Socrates dikenal sebagai philosophos (filsuf) yaitu orang yang cintai pengetahuan.
Filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis tentang objek-objek yang abstrak. Bisa saja objek penelitiannya konkret, tetapi yang ingin diketahui adalah bagian abstraknya (Tafsir, 1991:15). Berdasarka tulisan As’ad Afifi (2011) dalam makalahnya yang berjudul “Diktat Filsafat Umum”, secara etimologi kata filsafat atau falsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philos artinya cinta dan sophia artinya kebijaksanaan atau kearifan. Jadi secara harfiah filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Sedangkan secara terminologi memang sangat beragam. Menurut Poedjawijatna filsafat adalah sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya tentang segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Sementara Hasbullah Bakry, mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia. Cicero (106-43 SM) yang mendefiniskan filsafat sebagai “ibu dari semua seni” (the mother of all the arts) ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan). Selanjutnya menurut Imanuel Kant (1724-1804), Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan yaitu:
a. Apa yang dapat diketahui, jawabannya adalah metafisika;
b. Apa yang seharusnya diketahui, jawabannya adalah etika;
c. Sampai di mana harapan kita, jawabannya adalah agama;
d. Apa itu manusia, jawabannya adalah antropologi.

Berbeda lagi dengan Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Dari pemahaman dan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan pengetahuan, prinsip, upaya yang menjadi pangkal utaman dalam memberikan suatu penilaian terhadap suatu objek yang dikaji secara bijaksana sesuai dengan keyakinan, dan sebagai rasa ingin tahu tentang adanya kebenaran. filsafat disebut juga sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) karena filsafat dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Mengapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keingintahuan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Sesuai dengan pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh karena itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
2.1.2 Pengertian Matematika
            Pengertian matematika sangat sulit didefinsikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, – 2, …, dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi. Akan tetapi, penulis mencoba memberikan pengertian dari matematika. Menurut bahasa kata “matematika” berasal dari kata μάθημα(máthema) dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” juga μαθηματικός (mathematikós) yang diartikan sebagai “suka belajar”.
            Sedangkan menurut istilah, apakah matematika itu? Pertanyaan ini jawabannya dapat brbeda-beda bergantung pada kapan pertanyaan itu dijawab, dimana dijawab, siapa yang menjawabnya dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam. Dengan demikian, untuk menjawab pertanyaan :Apakah matematika itu? Untuk menjawabnya kita harus hati-hati. Karena itu berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing individu yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa matematika itu bahasa simbol,matematika itu adalah bahasa numrik, matematika itu adalah bahasa yang menghilangkan sifat kabur,majemuk, dan emosional, matematika adalah metode berpikir logis , matematika adalah saran berpikir, matematika adalah logika pada masa dewasa , matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya, matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran, matematika adalah sains yang bekerja menarik mkesimpulan-kesimpulan yang perlu, matematika adalah sains formal yang murni, matematika adalah sains yang memanipulsi simbol, matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur , matematika adalah imu yang abstrak dan deduktif .
            Selain itu juga, beberapa pendapat para ahli tentang matematika yang telah menyinggung muatan materi yang terdapat dalam ruang lingkup matematika dan karakteristik matematika itu sendiri, yakni :
a.       James dan James, yang menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk,susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan lainnya dengan jumlah banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
b.      Jhonson dan Rising bahwa matematika adalah pola berpikir,pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
c.       Reys menyatakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan , suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
d.      Kline menyatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial , ekonomi dan alam.
            Jadi dari seluruh pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa adanya matematika itu karena kemampuan proses berpikir manusia tentang pengalaman permasalahan yang ditemui dan dipecahkan, yang kemudian pengalaman pemecahan masalah tersebut menjadi suatu yang terkonstruksi sebagai suatu konsep matematika yang kemudian dapat digunakan sebagai alat pemecahan masalah yang sama atau yang baru.


2.2 Hakekat Kebenaran
Manusia sebagai makhluk Tuhan yang lebih tinggi tingkatannya dianugerahkan akal untuk berpikir (Miller, 2011). Kegiatan berpikir bersifat universal atau bersifat umum. Artinya kegiatan berpikir dapat dilakukan oleh semua orang, bukan hanya dari kalangan akademisi saja namun dari semua kalangan masyarakat dan juga tidak tergantung oleh usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai tua semuanya pasti akan berpikir. Selain berpikir, manusia juga pasti akan mencari kebenaran dari setiap problema kehidupan (Suriasumantri, 2015). Kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan sesungguhnya. Kebenaran selalu terkait dengan kesalahan, karena suatu pernyataan akan dinilai benar apabila tidak salah dan dinilai salah jika tidak benar. Kebenaran juga tergantung dari kepercayaan diri sendiri. Suatu pernyataan akan dinilai benar apabila pernyataan tersebut diyakini oleh diri sendiri merupakan suatu kebenaran walaupun tak seorang pun mempercayainya.
Bahasan tentang kebenaran akan meluas bila tidak ada batasan di dalamnya. Dalah hal ini makalah yang disusun membahas tentang kebenaran dalam filsafat. Sebelumnya penulis dan pembaca harus tahu terlebih dahulu mengenai filsafat. Filsafat secara umum didefinisikan sebagai suatu proses berpikir yang lurus dalam mencari pengetahuan mendasar dan mendalam tentang segala sesuatu (Rahman, 2010). Filsafat merupakan suatu pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan (Hamersma, 1981). Lebih lanjut Al-Syaibany mendefinisikan Kebenaran dalam filsafat dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang sesuai dengan akal pikiran manusia karena fisafat sendiri bersumber dari akal pikiran manusia. Kebenaran dalam fisafat atau yang biasa disebut dengan kebenaran filosofis merupakan suatu kebenaran yang kriteria kebenarannya dilihat berdasarkan logika atau rasio (Sutomo, 2009). Suatu pernyataan dikatakan benar apabila dapat diterima oleh akal pikiran manusia, begitu juga sebaliknya. Pernyataan dikatakan salah apabila tidak dapat diterima oleh akal pikiran manusia. Karena kriteria yang digunakan dalam menentukan kebenaran filsafat adalah dengan aspek logika, maka kebenaran filosofis masih bersifat abstrak dan spekulatif.  Dengan apa kebenaran filosofis itu dapat diungkap kebenarannya? Apa saja yang berperan dalam mengungkap kebenaran filosofis? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akn dijawab pada pembahan selanjutnya.
2.3. Keterkaitan antara Logika dan Matematika, dalam Filsafat
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan melalui kata-kata dan diungkapkan dalam bahasa (Sumaryono, 1999). Logika mempelajari kecakapan untuk berpikir secara tepat, lurus dan teratur. Logika dalam kajian filsafat didasarkan atas penalaran dari akal pikiran seseorang. Kemampuan berpikir manusia merupakan kemampuan yang spesifik pada manusia, karena kemampuan berpikir manusia merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana telah dilambangkan oleh Auguste Rodin berupa patung yang berbentuk seorang manusia yang sedang berpikir. Artinya manusia sebagai Homo sapiens atau manusia yang berpikir tidak pernah lepas dengan berpikir, mulai dari sejak dilahirkan sampai masuk ke liang lahat. Dan hampir semua persoalan tidak terlepas dari pikiran manusia. Berpikir itulah yang menjadi hakikat mansia (Suriasumantri, 1984).
Pemikiran manusia tidak terjangkau ruang dan waktu sehingga dapat menembus dari dunia nyata menuju dunia abstrak (Sutomo, 2009). Abstrak disini dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak pasti. Mengadakan apa yang tidak ada, dan meniadakan apa yang ada. Untuk menerjemahkan keabstrakan dari suatu pemikiran dapat dibantu dengan simbol dan angka yang biasa digunakan dalam Matematika. Logika dan filsafat berhubungan langsung dengan matematika dapat dicontohkan sebagai berikut. Ketika ada pernyataan "Amir lebih tinggi daripada Bagas. Bagas lebih tinggi daripada Caca". Pernyataan tersebut apabila tidak dibantu dengan matematika, maka akan menjadi sesuatu yang abstrak karena tidak diketahui secara pastinya. Namun ketika pernyataan tersebut ditambah dengan suatu bilangan seperti "Tinggi Amir 170 cm, tinggi Bagas 160 cm, dan tinggi Caca 150 cm" dengan demikian hal-hal yang abstrak atau tidak pasti akan menjadi pasti dengan bantuan bilangan dalam matematika.
Filsafat dan matematika dirangkul bersama oleh seorang filsuf Yunani yakni Phythagoras yang mengatakan bahwa gejala dari alam semesta ini merupakan indrawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Phythagoras juga membuat kesimpulan tentang bilangan yang dapat dijadikan intisari atau dasar pokok dari sifat-sifat suatu benda (Lear, 2004).
Objek filsafat adalah suatu yang ada dan mungkin ada. Apabila dikaitkan dengan matematika, maka matematika dalam konteks filsafat adalah belajar dengan menggunakan logika dan intuisi (Leitbeg, 2011). Dalam hal ini matematika dipandang sebagai suatu kegiatan, bukan sebatas ilmu. Peranan matematika lebih lanjut adalah bisa menjadi logika tertinggi yang pernah diciptakan oleh pemikiran manusia (Sosa, 2006). Logika digambarkan sebagai bentuk sistem simbolis dari kegiatan pemikiran serta struktur yang teratur dari suatu bilangan dan ruang. Peranan lainnya adalah bahwa matematika dapat digunakan untuk mengkomunikasikan hukum keilmuan dan hipotsis.

2.4 Logika matematika di pandang dari Filsafat

Melalui Critique of Pure Reason, Kant hendak mengeksplorasi kondisi – kondisi penentu kita dalam memiliki pengetahuan. Kant melihat permasalahan ini secara analitis, sehingga dapat dipecahkan melalui penalaran. Menurutnya bahwa akal budi kita memiliki posisi yang istimewa. Sebagai contoh : gagasan pikiran setiap manusia rasional tentu berpendapat bahwa seluruh peristiwa di semesta saling berkaitan. Hal ini bagi Kant tidak perlu dibuktikan secara empiris karena pernyataan bahwa segala peristiwa memiliki kausalitas dalam diri sendiri adalah benar.

Kant membagi pengetahuan kita menjadi sebagai berikut:
- Suatu pernyataan bersifat analitik, jika predikat dari subjek termuat dalam subjek. Sebagai contoh, tautologi “Bola itu bulat”. Pernyataan ini benar karena predikat ‘bulat’ terkandung dalam subjek ‘bola’.
- Suatu pernyataan bersifat tidak analitik, jika pernyataan tersebut menambahkan sesuatu yang baru tentang subjek. Pernyataan ini kemudian disebut tidak murni dan disebut sebagai pernyataan sintetik. Sebagai contoh, “Bola itu berwarna merah”.
- Suatu pernyataan disebut benar secara a priori, jika kebenarannya ditentukan sebelum pengalaman, atau tanpa referensi pada pengalaman.
- Suatu pernyataan disebut benar secara a posteriori, jika pernyataan tersebut ditentukan kebenarannya melalui referensi pada pengalaman. Artinya kebenarannya hanya dapat ditentukan melalui acuan bukti empiris.

Seluruh pernyataan analitik bersifat a priori dengan alasan, bahwa kebenaran logika pernyataan tersebut terlepas dari pengalaman yang kita alami. Pernyataan ini tidak membutuhkan bukti empris untuk penilaian kebenarannya.
Seluruh pernyataan a posteriori dengan sendirinya pasti bersifat sintetik, karena terdapat informasi tambahan pada subjek yang didapatkan melalui pengalaman. Pada pernyataan di atas, misalkan kita mengamati bola berwarna merah, maka pernyataan sintetik ini menambahkan predikat ‘merah’ yang tidak terdapat pada subjek (didapatkan melalui pengamatan) ke dalam subjek ‘bola’. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, adakah pernyataan sintetik yang bersifat a priori? Kant berpendapat bahwa ada pernyataan sintetik yang bersifat a priori, misalnya pernyataan kausalitas.
Dalam Critique of Pure Reason, kant menjelaskan bahwa deduksi transcendental adalah metode yang menjadi karakteristiknya. Kata ‘Transenden’ bagi Kant berarti sesuatu yang berada di luar jangkauan pengalaman. Sedangkan melalui konsep transendental, Kant hendak menyelidiki bagaimana cara kita mengetahui. Bagi Kant, kedua kata tersebut memiliki makna yang sedikit berbeda.  Deduksi transendental merupakan metode deduksi logika dengan dua buah premis, sebagaimana berikut ini:
1. Hanya jika A maka B,
2. B telah kita alami maka,
3. A

Kant menggunakan silogisme ini untuk menyimpulkan kondisi yang diperlukan untuk mengetahui. Premis 2 menunjukkan apa yang telah kita alami, premis 1 adalah kondisi yang memungkinkan kita memiliki pengalaman itu, Karena keduanya adalah benar, elemen transendental A pada langkah 3 harus mengikuti. Kant menggunakan metode ini untuk mengetahui hakikat pengetahuan, atau kondisi pra – mengetahui. Kant berpendapat bahwa pemahaman merupakan hal yang esensial karena pengetahuan selalu melibatkan dua komponen, yaitu intuisi dan konsep. Kant menyatakan bahwa logika merupakan ilmu tentang hukum pemahaman. Kant membagi logika ke dalam tiga kategori, sebagai berikut:
- Logika Umum, yang merupakan studi tentang pemahaman secara umum, yang berarti pemahaman tentang intuisi empirik dalam pembentukan konsep.
- Logika Khusus, yang merupakan logika yang berhubungan dengan area pengetahuan tertentu. Sebagai contoh, logika penelitian ilmiah. Dalam hal ini, logika diperalat untuk dijadikan aturan dan metode dalam bidang keilmuan tertentu. Logika khusus bersifat deskriptif dan analitik. Logika ini tidak berhubungan langsung dengan pengetahuan tertentu, melainkan merupakan refleksi dari area pengetahuan yang sudah mapan terlebih dahulu.
- Logika Transendental merupakan studi tentang pemahaman murni, tanpa referensi pada pengalaman. Jadi, logika transendental merupakan ilmu tentang konsep – konsep pemahaman murni. Sebagai konsekuensinya, logika transendental merupakan penelitian tentang asal usul, ekstensi dan validitas tujuan pemahaman murni.

Kant awalnya menggunakan dialektika sebagai metode logikanya. Dia menjelaskan hal itu digunakan sebagai upaya untuk menyimpulkan kebenaran empiris menggunakan logika murni. Hingga akhirnya, Kant berpendapat bahwa dialektika merupakan logika ilusi yang sesat. Maka dari itu, dalam Critique of Pure Reason, Kant hanya menggunakan dialektika untuk mengkritik metode logika ini sendiri. Kant kemudian mengusulkan pengunaan metode analitik sebagai metode logika yang tepat. Analitik merupakan metode logika yang membedah nalar dan fakultas pemahaman manusia menjadi unsur – unsur tertentu. Kant tidak tertarik untuk menganalisis konsep secara umum. Bagi Kant hal itu bukan merupakan kewajiban bidang filsafat. Kant hanya menganalisis konsep – konsep yang berkaitan dengan sifat akal budi dan pengetahuan. Dengan demikian, analisis filsafat seyogyanya hanya merupakan analisis tentang konsep – konsep murni yang terbebas dari kondisi empiris yang menyertainya. Ketika menjawab pertanyaan, “Apakah itu kebenaran?”, Kant menegaskan bahwa beberapa pertanyaan bersifat absurd, karena setiap jawabannya tidak masuk akal. Pertanyaan tersebut merupakan salah satu di antaranya. Merupakan bagian dari seni filsafat bagi Kant untuk menentukan mana pertanyaan yang tepat dan mana yang ngawur. Kant memberikan definisi sederhana tentang kebenaran, yaitu sebagai ‘kesesuaian antara pikiran dengan objek yang dipikirkan’, dan menunjukkan bahwa pertanyaan “Apa itu kebenaran?” merupakan pertanyaan yang tidak masuk akal (jika melampaui jawaban yang diberikan oleh Kant tadi). Hal ini karena jawabannya akan memerlukan kriteria universal kebenaran yang akan bertentangan definisi ini. Definisi yang memberitahu kita bahwa kebenaran kognisi hanya dapat dipastikan sehubungan dengan objek tertentu, bukan dengan kriteria
universal. Namun perlu dicatat bahwa Kant menyatakan bahwa kriteria yang universal adalah mungkin untuk kasus penalaran murni.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Hakikat kebenaran dalam filsafat adalah kebenaran yang bersumber dari akal pikiran dan diolah sedemikian rupa dengan runtutan yang sistematis sehingga mendapatkan suatu keputusan yang dianggap benar apabila dapat diterima oleh akal, begitupun sebaliknya
2. Logika, Matematika, dan Bahasa saling terkait dengan filsafat dimana Logika dalam kajian filsafat didasarkan atas penalaran dari akal pikiran seseorang. Matematika dan filsafat berhubungan erat karena matematika dapat menggambarkan simbol-simbol yang harus dipecahkan dalam filsafat ketika berada dalam masalah kehidupan. Bahasa dengan filsafat juga satu keterkaitan, dimana logika atau hasil pemikiran seseorang membutuhkan media untuk menyampaikan hasil penalaran tersebut dan bahasalah yang menjadi media untuk menyempurnakan filsafat
3. Kant menyatakan bahwa logika merupakan ilmu tentang hukum pemahaman. Dalam Critique of Pure Reason Kant mengusulkan pengunaan metode analitik sebagai metode logika yang tepat. Analitik merupakan metode logika yang membedah nalar dan fakultas pemahaman manusia menjadi unsur – unsur tertentu.

Tugas Akhir Satu dapat diklik http://lovieadikayanti.blogspot.com/2019/12/identifikasi-persoalan-filosofis.html 
Tugas Akhir Tiga dapat diklik http://lovieadikayanti.blogspot.com/2019/12/judul-thesis-rumusan-masalah-dan.html#more




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Filsafat, M. K. (2016). UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI Agustus 2016.
Hardian, S., & Herho, S. (2016). Critique of Pure Reason: Sebuah Pengantar. Chep Rahman, 61.
Ummah, R. (2016). Makalah_Logika_Estetika_Etika_dalam_Ilmu(1).

#Marsigit #Lovie #Philososphy  #2019  #Filsafat

1 komentar: